Pedagang memeriksa nomor identitas ponsel
(IMEI) dagangannya di Jakarta, Jumat (5/7/2019). Pemerintah akan mengeluarkan
regulasi untuk memblokir ponsel selundupan atau "black market"
melalui validasi database nomor indentitas ponsel (IMEI) pada Agustus 2019. - (antarafoto)
Jakarta,
Kominfo - Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan
Informatika serta Kementerian Perdagangan sedang memfinalisasi
penyusunan peraturan untuk mendukung program penerapan validasi database
nomor identitas asli ponsel (International Mobile Equipment Identity/IMEI).
Targetnya, peraturan tiga kementerian ini akan ditetapkan pada tanggal 17
Agustus 2019.
“Jadi, momentum
di tanggal 17 Agustus 2019 adalah sebagai milestone penandatanganan
bersama tiga kementerian terkait regulasi pengendalian IMEI
menuju pembebasan dari handphone
black market,” kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika
Kemenperin Janu Suryanto di Jakarta, Minggu (7/7/2019).
Menurut
Janu, sistem kontrol IMEI sangat penting untuk melindungi
industri dan konsumen di dalam negeri. Untuk itu, perlu
dilakukan identifikasi, registrasi, dan pemblokiran perangkat telekomunikasi
seluler yang tidak memenuhi ketentuan. Program ini diinisiasi oleh
Kemenperin sejak tahun 2017.
“Jadi, bisa melindungi industri
ponsel dari persaingan tidak sehat sebagai dampak peredaran ilegal. Selain itu,
mengurangi tingkat kejahatan pencurian dan melindungi bagi penggunanya,”
ungkapnya. Kontrol IMEI juga memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas
layanan telekomunikasi selular dan menghilangkan ponsel black market dari pasar sehingga meningkatkan potensi pajak pemerintah.
“Dalam
upaya mendukung
program kontrol IMEI tersebut, dibutuhkan regulasi sebagai
payung pengelolaan data IMEI. Pemerintah secara cermat akan membuat regulasi
terkait Sistem Informasi Registrasi Identifikasi Nasional (SIRINA) agar bisa
berjalan dengan baik. Dalam hal ini, Kemenperin mengatur terkait
database IMEI dan Kementerian Kominfo mengatur mengenai pemanfaatan data IMEI
dan terkait data IMEI pada operator,” jelasnya.
Janu
menambahkan, sistem kontrol IMEI akan memproses database IMEI yang didapatkan
dari berbagai pemangku kepentingan. Hal ini untuk dapat diolah dan menghasilkan
informasi atas daftar IMEI yang valid berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
“Informasi
atas daftar IMEI yang valid tersebut, dapat dimanfaatkan oleh instansi
pemerintah terkait untuk membuat kebijakan sesuai dengan kewenanganya,”
imbuhnya. Saat ini, server sistem basis data IMEI atau
SIRINA telah terpasang di Pusdatin Kemenperin dan telah dilakukan
pelatihan kepada pengelola.
Industri
ponsel di dalam negeri mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang cukup pesat
selama lima tahun terakhir. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah memacu
pengembangan di sektor telekomunikasi dan informatika (telematika) tersebut.
“Meningkatnya
produksi ponsel di Indonesia, antara lain karena penciptaan iklim usaha yang
kondusif serta kebijakan hilirisasi dan pengoptimalan komponen lokal sehingga
lebih banyak memberi nilai tambah,” kata Menteri Perindustrian Airlangga
Hartarto.
Kemenperin
mencatat, pada tahun 2013, impor ponsel mencapai 62 juta unit dengan nilai
sebesar USD3 miliar. Sedangkan, produksi dalam negeri sekitar 105 ribu untuk
dua merek lokal. Akhirnya, pemerintah mengeluarkan regulasi yang bertujuan
mengurangi produk impor dan mendorong produtivitas di dalam negeri.
Hasilnya,
pada 2014, impor ponsel mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, menjadi
60 juta unit. Sementara itu, produksi ponsel dalam negeri tumbuh signifikan
menjadi 5,7 juta unit. Kemudian, tahun 2015, produk impor merosot hingga 40
persen dari tahun sebelumnya, menjadi 37 juta unit dengan nilai USD2,3 miliar.
Sedangkan, produksi ponsel di dalam negeri semakin meningkat sebesar 700 persen
dari tahun 2014, menjadi 50 juta unit untuk 23 merek lokal dan internasional.
Tahun
2016, produk impor ponsel menurun kembali sekitar 36 persen dari tahun
sebelumnya, menjadi 18,5 juta unit dengan nilai USD775 juta. Untuk ponsel
produksi dalam negeri meningkat sebesar 36 persen dari tahun 2015, menjadi 68
juta unit. “Dan, tahun 2017, impor ponsel turun menjadi 11,4 juta unit,
sedangkan produksi ponsel di dalam negeri 60,5 juta unit untuk 34 merek, sebelas
di antaranya adalah merek lokal,” ungkap Menperin.
Kesebelas
merek lokal tersebut, yaitu SPC, Evercoss, Elevate, Advan, Luna, Andromax,
Polytron, Mito, Aldo, Axioo, dan Zyrex. Produk nasional ini telah memiliki
branding kuat untuk pangsa pasar menengah ke bawah maupun kelas menengah ke
atas
“Sebagai bangsa Indonesia,
seharusnya kita patut bangga terhadap produk ponsel yang dihasilkan industri
dalam negeri,” tegas Airlangga. Bahkan, semakin meningkatnya kemampuan daya
saing ponsel nasional, akan menguatkan citra positif dan popularitas produk
tersebut di mata konsumen domestik dan internasional.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !